Segala puji bagi Allah yang telah
menurunkan al Qur’an, kitab suci yang penuh dengan berkah, agar kita mau
mengambil pelajaran dan memperhatikan ayat-ayat-Nya. Semoga Allah memberikan
rahmat dan salam kepada Muhammad, Nabi yang telah Ia utus untuk menjelaskan
kitab itu, agar kita menempuh jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang
telah Ia anugerahi nikmat, bukan jalan mereka yang dimurkai, dan juga bukan
jalan mereka yang sesat.
Pengajian membahas kekhusyukan dalam
shalat, dan bagaimana mengusahakan agar kita bisa melaksanakan ibadah dengan
sepenuh hati, sangat diperlukan. Shalat, seperti halnya kegiatan ibadah
lainnya, tidak akan diterima oleh Allah bila tidak dilaksanakan dengan sepenuh
hati semata-mata hanya untuk Allah. Sebagaimana Allah tidak membutuhkan daging
dan darah dari hewan kurban. Allah juga tidak membutuhkan gerakan dan ucapan
kita dalam shalat. Yang Ia harapkan hanyalah ketakwaan kita kepada-Nya, yang
tumbuh di hati ketika kita mendirikan shalat dan menyembelih hewan kurban. Lalu
muncul keinginan bagaimana merekayasa hati, agar kita bisa mendirikan shalat
dengan sepenuh hati dan dengan penuh kekhusyukan.
Untuk merekayasa hati agar bisa
khusyuk dalam shalat, Abu Hamid. Muhammad al Ghazali membantu kita dengan
menyampaikan beberapa pengarahan. Menurut dia, karena shalat dan bacaan-bacaan
di dalamnya dimaksudkan untuk dzikir kepada Allah, dan inti dzikir adalah
memuji, berendah-hati dan memohon kepada-Nya, maka kita harus mengembangkan
sikap batin yang mengarah kepada itu semua. Sikap batin yang perlu dikembangkan
adalah: Kehadiran hati, memahami bacaan dan gerakan, rasa hormat, rasa
takut, mengharap dan malu. Lalu muncul harapan bahwa, kalau kita betul-betul
menghayati bacaan al Fatihah, yang merupakan bacaan paling penting dalam
shalat, maka kita, insya Allah, akan bisa menghayati juga seluruh kegiatan
shalat itu.
Pemahaman
tentang makna surat al Fatihah diharapkan bisa membantu hati kita hadir dalam
shalat. Pengertian bahwa Allah Maha Pemurah dan Maha Penyayang terhadap kita,
dengan menciptakan segala sesuatu di alam raya semata untuk kita, akan
mendorong kita mengagungkan-Nya serta bersyukur kepada-Nya. Sebagai bukti
mengagungkan dan bersyukur kepada-Nya, kita betul-betul menggunakan semua
kenikmatan yang Ia anugerahkan sebagai sarana dan prasarana untuk melaksanakan
tugas-tugas pengabdian kepada-Nya. Kesadaran bahwa Allah adalah satu-satunya
yang berkuasa di hari akhir kelak diharapkan menimbulkan rasa takut akan
siksaan-Nya, sehingga kita tidak berani melanggar petunjuk-Nya, baik berupa
perintah maupun larangan. Karena hanya Allah yang bisa memberi kehidupan kepada
kita, melimpahkan kenikmatan, menyelamatkan kita dari bahaya dan mengarahkan
kita kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat, maka kita perlu mengharap
petunjuk dariNya. Petunjuk ke jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang
telah Ia anugerahi nikmat, bukan jalan mereka yang dimurkai, dan juga bukan
jalan mereka yang sesat. Untuk mendapatkan petunjuk itu, kita mesti mempunyai
komitmen yang kuat untuk betul-betul mengabdi hanya kepada-Nya dan mohon
pertolongan hanya kepada-Nya. Tapi apakah selama ini yang kita lakukan sebagai
tanda pengabdian kepada-Nya sudah cukup memadai, dibanding dengan berlimpahnya
kenikmatan yang kita tenma? Sama sekali tidak. Kita malu bahwa kita berbuat
terlalu sedikit dibanding dengan kenikmatan yang Ia berikan. Seolah-olah, bukan
kita yang mengabdi kepada Allah, tapi Allahlah yang mengabdi kepada kita.
Sehubungan
hal dimaksud munculah ide bagi kita perlunya
untuk mengulas surat al Fatihah, bukan dalam bentuk tafsir, tapi dalam
bentuk ulasan berdasarkan penjelasan para ahli tafsir dan menggabungnya dengan
pesan-pesan al Qur’an, agar kita makin mencintai dan mendekatkan diri kepada
Allah.
Proses
pengelolaan hati itu harus dilakukan ibarat kita sedang menata, merapikan atau
merias diri dimuka cermin. Ada saja yang terasa kurang, meski sudah miring ke
kanan, miring ke kiri dan bahkan kadangkadang menggunakan dua cermin.
Terlebih, maaf bagi kaum hawa, untuk menjaga “stabilitas keindahan” fisiknya
sebuah cermin kecil, bedak dan lipstik, umumnya dibawa kemana pun pergi. Jika
demikian semangat kita dalam menjaga keindahan fisik, bagaimana halnya dengan
upaya untuk menjaga pesona dan keindahan batin?
Dalam
prespektif penataan batin, cermin yang kita gunakan di depan kita adalah
al-Qur’an. Menata, merias dan mempercantik hati tentu menggunakan al-Qur’an
sebagai cerminnya. Sebenarnya hati itu sangat rentan dan mudah terlumuri oleh
percikan noda. Coba saja kita hitung, berapa kali perasaan marah, benci,
jengkel, dengki, dendam, dan perasaanperasaan negatif lainnya tiba-tiba muncul
dan menggelayuti benak kita dalam setiap hari. Letupan perasaan seperti ini,
jika kita biarkan tumbuh liar dalam jiwa kita tanpa kita bimbing dan rekayasa
ke arah yang lebih baik, maka secara perlahan tapi pasti, akan menyebabkan
munculnya berbagai penyakit, entah psikis (jiwa) maupun fisik.
Bersyukurlah
kita karena Allah SWT. menurunkan al-Qur’an yang antara lain bisa berfungsi
untuk menyembuhkan penyakit jiwa. Bahkan lebih dari itu, al-Qur’an juga bisa
berfungsi sebagai “Penghias diri” dalam cakupan maknanya yang luas. Artinya,
apabila kita menggunakan al-Qur’an sebagai “baju” dalam kehidupan keseharian
kita, kita akan tampil dengan pancaran pesona yang menyilaukan mata. Dan Nabi
Muhammad SAW adalah figur tauladan yang paling sempurna yang menggunakan al-
cermin untuk Qur’an sebagai memperindah batinnya.
Demikianlah,
dikala kita marah, misalnya, maka beliau menganjurkan kita untuk bergegas
mengambil air wudlu lalu membaca al-Qur’an. Mengapa? Sebab dengan membacanya,
disertai dengan pemaknaan dan penghayatan yang utuh, maka hati kita menjadi
sejuk dan jiwa kita menjadi tercerahkan.
Marah
adalah bisikan halus yang dihembuskan oleh iblis agar manusia saling bermusuhan
diantara mereka yang diawali dengan kebiasaan untuk bertutur kata yang buruk,
lalu diikuti dengan sikap saling mencaci dan memanggil dengan panggilan
yang buruk, dan berakhir dengan saling mendendam dan saling tidak percaya
karena tumbuhnya prasangka buruk diantara mereka. Orang seperti ini, orientasi
hidupnya hanya akan mencari kesalahan orang lain dan menyebarkannya kepada
sesamanya, dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah orang yang
baik, benar, bersih dan suci.
Itu
semua kita ulas kembali sekedar untuk memperteguh pendirian bahwa betapa
al-Qur’an memang merupakan mu’jizat besar yang mampu memberikan pencerahan dan
kedamaian kepada umat manusia. Karena itu, membaca al-Qur’an, jika dengan
membacanya tidak mampu membawa perubahan pada sikap dan perilaku yang lebih
baik, akhlak al-karimah, akan sangat terasa naif dan sia-sia adanya. Bahwa
dengan membaca al-Qur’an, terlebih dengan menghafalkan artiya, seseorang akan
mendapatkan pahala yang besar, kita tidak pernah membantah terlebih untuk
memungkirinya. Tetapi, kita sepakat pula bahwa bukan itu sebenarnya tujuan
diturunkannya al-Qur’an kepada umat manusia, melainkan sebagai petunjuk dan
pedoman bagi umat manusia dalam mengarungi bahtera kehidupan di dunia ini.
Mohon Maaf Apabila Ada Kesalahan Dalam Penulisan. Semoga artikel tentang KATA PENGANTAR di atas dapat bermanfaat. Jika ingin menduplikasi artikel ini diharapkan mencantumkan link http://ratsoffice.blogspot.com/2012/11/kata-pengantar.html. Terima Kasih.
Rats Office
Published:
2012-11-29T08:30:00-08:00
Title:KATA PENGANTAR
Author :
HOME