PESAN-PESAN SURAT AL FATIHAH
Ayat 7
(YAITU) JALAN ORANG-ORANG YANG TELAH ENGKAU ANUGERAHKAN NIKMAT
KEPADA MEREKA, BUKAN (JALAN) MEREKA YANG DIMURKAI DAN
BUKAN (PULA JALAN) MEREKA YANG SESAT.
Arti Bahasa
1. Shiraaiha berarti “jalan,” al ladziina “orang-orang yang,” an ‘amia “engkau anugerahkan nikmat” dan ‘alaihim “atas mereka.”
2. An ‘amta adalah kata kerja berasal dari kata benda ni ‘rnah, yang berarti kenikmatan. Menurut al Razy, kenikmatan adalah sesuatu yang berguna dan baik yang diberikan kepada fihak lain semata untuk kebaikan fihak lain tersebut. Semua pemberian oleh Allah kepada hamba-Nya adalah kenikmatan karena pemberian itu semata-mata hanya untuk kepentingan hamba tersebut dan Allah tidak mengharapkan suatu apapun dari hamba itu. Sebagai bandingan, upah yang diberikan oleh seorang saudagar kepada buruhnya bukanlah suatu kenikmatan karena pemberian upah itu dimaksudkan agar si buruh mau melakukan sesuatu untuk kepentingan si saudagar.
3. Ghairi berarti “bukan,” a! maghdluubi “yang dimurkai” dan ‘alaihim “atas mereka.”
4. Al maghdluubi ialah kata sifat yang berasal dan kata kerja ghadlaba, berarti “memurkai” atau “memarahi” Gabungan kata a! maghdluubi alaihirn berarti “orang-orang yang dimurkai.” Siapa yang memurkai? Jawabannya adalah: Allah.
5. Murka untuk pengertian manusia ialah keadaan emosi yang menyebabkan kelenjar anak ginjal seseorang mengeluarkan adrenalin dalam jumlah yang lebih besar daripada biasanya sehingga jantung orang tersebut akan berdenyut lebih sering dan lebih keras. Pada saat yang sama, paru-¬paru mempercepat gerakan mengembang dan mengempis untuk memberikan oksigen lebih banyak kepada darah yang dipompakan secara lebih cepat. Keadaan semacam ini akan meningkatkan energi orang tersebut sehingga dia menjadi lebih siap untuk melakukan tindakan balasan terhadap orang lain yang telah berbuat lalim kepadanya. Tentu murka dalam pengertian seperti ini mustahil bagi Allah karena Allah tidak terkena emosi dan tidak pernah sakit-hati. Kata murka di sini dipinjam untuk dikiaskan kepada pengertian “memberi balasan” — bukan pembalasan yang berdasarkan pada dendam atau merasa dilalimi, melainkan berdasarkan pada sifat-Nya Yang Maha Adil.
a. Dalam kalimat ini dipilih kata sifat “yang dimurkai” dengan pengertian pasif untuk memberi penekanan pada orang-orang yang terkena murka, agar mereka mendapat pelajaran bahwa mereka dimurkai karena perbuatan mereka sendiri.
6. Waladldlaalliin terdiri dan tiga kata, yakni wa berarti “dan”, la “bukan” dan al dhaalliin “orang-orang yang sesat”. Yang dimaksud dengan orang-orang yang sesat adalah orang-orang yang menyimpang dari jalan yang lurus.
ULASAN DAN PESAN
7. Jalan lurus yang kita mohon Allah untuk memberi petunjuk kepada kita ialah jalan hidup yang telah ditempuh oleh para pendahulu yang telah mendapatkan kenikmatan dari-Nya, bukan jalan mereka yang dimurkai oleh¬Nya dan bukan pula jalan mereka yang sesat. Siapa yang dimaksud dengan mereka yang telah mendapatkan kenikmatan itu?
8. Untuk memahami ini perlu terlebih dahulu kita membahas apa yang dimaksud dengan kenikmatan karena banyak sekali orang-orang terdahulu yang telah mendapatkan kenikmatan dari Allah, termasuk orang-orang mukmin dan orang-orang kafir, orang-orang yang santun dan orang-orang yang jahat. Sebagaimana tadi sudah disebutkan, secara bahasa kenikmatan adalah sesuatu yang berguna dan baik yang diberikan kepada fihak lain semata untuk kebaikan fihak lain tersebut.
9. Al Shawy mengatakan bahwa kenikmatan yang diberikan oleh Allah kepada manusia adakalanya kenikmatan duniawi (yang diberikan ketika mereka hidup di dunia) dan kenikmatan ukhrawi (yang diberikan ketika mereka hidup di akhirat). Diantara kenikmatan duniawi ada yang sifatnya kebendaan dan ada yang sifatnya ruhani, dan masing-masing itu ada yang diberikan secara cuma-cuma (a! wahbiy) dan ada yang diberikan setelah diusahakan (a! kasbiy).
10. Kenikmatan kebendaan yang diberikan secara cuma-cuma antara lain adalah kelengkapan anggauta badan dan sarana-sarana kehidupan seperti oksigen, panas matahari dan bumi tempat berpijak. Kenikmatan ruhani yang diberikan secara cuma-cuma meliputi akal pikiran, perasaan, dan sebagainya. Baik kenikmatan kebendaan maupun ruhani yang diberikan oleh Allah secara cuma-cuma ini dinikmati oleh seluruh manusia yang normal, tanpa dibeda-bedakan apakah mereka beriman kepada-Nya ataupun tidak. Tentu bukan kenikmatan jenis itu yang dimaksudkan dalam ayat ke-7 ini.
11. Contoh kenikmatan kebendaan yang diberikan setelah diusahakan adalah makanan, pakaian dan kendaraan. Kelompok benda-benda semacam itu juga bukan termasuk kenikmatan yang dimaksud pada ayat ini karena si penerima kenikmatan tersebut bisa siapa saja.
12. Kenikmatan yang dimaksud pada ayat ini adalah kenikmatan ruhani yang diberikan setelah diusahakan, yaitu petunjuk dari Allah ke jalan kehidupan yang benar (a! dim a! haq), kehidupan yang didasari dengan ketundukan dan kepatuhan kepada-Nya. Kenikmatan jenis ini tidak diberikan kepada sembarang orang, melainkan ini diberikan khusus kepada mereka yang beriman kepada-Nya, beramal shalih, berpegang teguh pada keimanannya, bekerja keras di jalan Allah dan membuka hatinya untuk menerima pengarahan (lihat ulasan pada ayat ke-6). Kenikmatan jenis ini pula yang merupakan kunci bagi diberikannya kenikmatan ukhrawi, yaitu diampuninya segala macam dosa dan kesalahan sehingga mereka yang menerima kenikmatan ini akan terbebas dari siksaan neraka dan dimasukkan ke dalam surga.
JALAN ORANG YANG MENDAPATKAN KENIKMATAN
13. Lalu siapa contoh orang-orang yang telah mendapatkan kenikmatan ini? Allah menunjukkan kelompok manusia yang telah mendapatkan kenikmatan ini pada ayat berikut.
14. ”Dan barang siapa yang mentaati Allah dan Rasul (Nya), mĂ©reka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya”. (Al Nisa’ 4:69)
15. Pada ayat ini jelas bahwa orang-orang yang telah mendapatkan kenikmatan ini ialah Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Syarat agar kita bisa menjadi teman mereka adalah taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu telah mendapatkan kenikmatan terbesar, yaitu petunjuk dari Allah, karena mereka beriman kepada-Nya, beramal shalih, berpegang teguh pada ke-imanannya, bekerja keras di jalan Allah dan membuka hatinya untuk menerima pengarahan.
16. Nabi Ibrahim yang dibesarkan di lingkungan masyarakat penyembah berhala, misalnya, berusaha keras untuk mencari tahu siapa Tuhan yang layak disembah sambil membuka hatinya untuk menerima pengarahan dari Tuhan yang sedang ia cari.
17. Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Aazar:
18. “Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata”. Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi, dan (Kami memperlihatkannya) agar Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin. Ketika malam telah menjadi gelap, dia- melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: “Inilah Tuhanku” Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: “Saya tidak suka kepada yang tenggelam”. Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: “Inilah Tuhanku”. Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata:
19. “Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat”. Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: “Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar”, maka tatkala matahani itu telah terbenam, dia berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. Dan dia dibantah oleh kaumnya. Dia berkata: ‘“Apakah kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal sesungguhnya Allah telah memberi petunjuk kepadaku. Dan aku tidak takut kepada (malapetaka dan) sembahan-sembahan yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali di kala Tuhanku menghendaki sesuatu (dan malapetaka) itu. Pengetahuan Tuhanku meliputi segala sesuatu. Maka apakah kamu tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya)? (Al An’am 6:74-80)
20. Dan setelah dia menemukan Tuhannya, dia tetap berpegang teguh pada keimanannya meskipun ia diancam akan dibunuh oleh penguasa di daerah ia tinggal dan bahkan akhirnya dia dilemparkan ke dalam api. Tapi toh dia tetap berpegang teguh pada keimanannya. Dan karena keteguhan imannya itulah Allah menjadikannya sebagai seorang yang shalih, seorang pemimpin yang bisa memberi pengarahan kepada ummatnya dalam mencari jalan Allah yang benar dan bahkan mengangkatnya menjadi seorang nabi yang menerima wahyu.
21. Mereka berkata: “Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak”. Kami berfirman: “Hai api, menjadi dinginlah dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim”. Mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka ini orang-¬orang yang paling merugi. Dan Kami selamatkan Ibrahim dari Lut ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia. Dan Kami telah memberikan kepadanya (Ibrahim) Ishak dan Yakub, sebagai suatu anugerah (daripada Kami). Dan masing-masing Kami jadikan orang-orang yang saleh. Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebaikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami lah mereka selalu menyembah. (Al Anbiya’ 21:68-73)
JALAN ORANG YANG DIMURKAI
22. Lalu siapa yang dimaksud dengan mereka yang dimurkai oleh Allah dan siapa mereka yang sesat? Kebanyakan para ulama berpendapat bahwa mereka yang dimurkai oleh Allah adalah orang-orang Yahudi, sedangkan mereka yang sesat adalah orang-orang Nasrani.
23. Pendapat mereka benar karena mereka mendasarkan diri pada hadits yang diriwayatkan oleh beberapa sumber. Tapi kalau kita memperhatikan ayat-ayat al Qur’an yang menceriterakan tentang orang-orang yang dimurkai dan orang-orang yang sesat, gambaran tentang mereka menjadi lebih luas. Mungkin pada saat Rasulullah s.a.w. menjawab pertanyaan tentang siapa mereka yang dimurkai dan siapa mereka yang sesat, beliau memberikan contoh yang mudah dimengerti pada saat itu, ia!ah orang-orang Yahudi dan Nasrani.
24. Berikut ini adalah ayat-ayat al Qur’an yang memberi gambaran, sesuai dengan konteks pembicaraan, bahwa orang-orang yang dimurkai adalah orang-orang Yahudi:
25. Alangkah buruknya (perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah diturunkan Allah, karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Karena itu mereka mendapat murka sesudah (mendapat) kemurkaan. Dan untuk orang-orang kafir siksaan yang menghinakan. (Al Baqarah 2:90)
26. Katakanlah: “Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang¬-orang yang lebih buruk pembalasannya daripada (orang-orang fasik) itu di sisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah thaghut?” Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus. (Al Maidah 5:60)
27. Tapi ada beberapa ayat lain yang menunjukkan pengertian lebih luas mengenai orang-orang yang dimurkai, antara lain sebagai berikut: Dan supaya Dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah. Mereka akan mendapat giliran (kebinasaan) yang amat buruk dan Allah memurkai dan mengutuk mereka serta menyediakan bagi mereka neraka Jahanam. Dan (neraka Jahanam) itulah seburuk-buruk tempat kembali. (Al Fath 48:6)
28. Ayat yang terakhir ini mengandung pengertian bahwa orang-orang yang dimurkai oleh Allah termasuk orang-orang munafik dan orang-orang musyrik.
29. Wahbah al Zuhayli mengatakan bahwa orang-orang yang dimurkai oleh Allah adalah mereka yang memperoleh informasi tentang agama yang benar — yaitu yang dituntunkan oleh Allah — tapi mereka menolak dan tidak mau melaksanakannya secara benar.
30. Bila definisi ini kita gunakan, maka orang-orang munafik masuk dalam kriteria ini karena mereka sudah mendapat informasi tentang kebenaran dan bahkan di hadapan orang lain mengakui bahwa mereka percaya pada informasi tersebut, akan tetapi mereka tidak mau melaksanakannya. Begitu pula orang-orang musyrik, karena mereka mengakui akan ketuhanan Allah, tetapi mereka, di samping itu, juga mengakui ketuhanan — dengan cara tunduk-patuh kepada — yang lain.
31. Bagaimana dengan orang-orang Yahudi? Kebetulan orang-orang Yahudi pada masa Rasulullah s.a.w. kebanyakan adalah munafik, maka mereka termasuk golongan yang dimurkai oleh Allah. Kemunafikan mereka jelas sekali tergambar pada ayat 61 dari surat al Maidah, persis setelah ayat yang menyatakan kemurkaan Allah terhadap mereka.
a. Dan apabila orang-orang (Yahudi atau munafik) datang kepadamu, mereka mengatakan: “Kami telah beriman,” padahal mereka datang kepada kamu dengan kekafirannya dan mereka pergi (dari kamu) dengan kekafirannya (pula), dan Allah telah mengetahui apa yang mereka sembunyikan. (Al Maidah 5:61)
32. Tentang orang-orang yang sesat, banyak pula ayat al Qur’an, termasuk yang disebut berikut ini, yang menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang Nasrani.
33. Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.” (Al Maidah 5:77)
34. Akan tetapi menurut Wahbah al Zuhayli, pengertian orang-orang yang sesat lebih luas daripada hanya mencakup orang-orang Nasrani, yaitu mereka yang tidak mengetahui tentang agama yang benar atau mereka yang mendapatkan informasi tentang agama yang benar tapi informasi tersebut mengandung kesalahan, sehingga mereka tidak bisa melaksanakan ajaran agama secara benar. Karena mereka sendiri tidak menyadari bahwa pengetahuan mereka tentang agama mengandung kesalahan, mereka tidak menyadari bahwa mereka salah :atau tersesat dan bahkan mereka menganggap bahwa diri mereka telah melakukan sesuatu kebenaran.
35. Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kafir terhadap) perjumpaan dengan Dia. Maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada Hari Kiamat. (AlKahfi 8:103-105) -
36. Kelompok ini pada umumnya tersesat karena tidak mengetahui informasi tentang agama yang benar, bukan karena informasi itu tidak ada. Sebenarnya pada zaman informasi sekarang ini, di mana informasi bisa diperoleh dari berbagai media dan di berbagai tempat, tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa seseorang tidak memperoleh informasi tentang agama yang benar. Bila seseorang mau dan bersungguh-sungguh, informasi semacam itu pasti akan diperoleh, baik lewat surat kabar, majalah, buku, radio, televisi maupun Internet. Tiadanya kemauan dan kesungguhan itulah yang paling menghambat seseorang untuk memperoleh informasi tentang agama yang benar. Tiadanya kemauan seringkali disebabkan oleh prasangka negatif (prejudice) tentang agama yang benar, sedangkan tiadanya kesungguhan dalam mencari informasi biasanya disebabkan oleh kemalasan. Keduanya bisa juga dikarenakan ketidak-tahuan tentang manfaat dari memiliki informasi itu. Allah rnenggambarkan bahwa orang-orang semacam itu memiliki mata, telinga dan hati/akal, tapi mereka tidak mau menggunakannya untuk melihat, mendengar dan memahami keberadaan, kekuasaan dan kebesaran Allah.
37. Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu bagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Al A’raf 7:179)
38. Dan karena tiadanya informasi yang benar pula mereka bersedia menyembah atau tunduk-patuh kepada selain Allah, meskipun yang disembah atau yang ditunduk-.patuhi itu lebih rendah derajatnya daripada mereka sendiri. Lebih rendah karena yang disembah/ditunduk-patuhi tersebut sama sekali tidak mendengar, tidak bisa bicara, atau tidak bisa menolong.
39. Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doa) nya sampai Hari Kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka? (Al Ahqaf 46:5)
40. Jadi, baik orang-orang yang dimurkai maupun orang-orang yang sesat sama-sama membuat kesa1ahan. Kelompok pertama bersalah karena mereka sudah mendapatkan informasi (ilmu pengetahuan) tentang kebenaran tapi mereka tidak mau melaksanakannya, sedangkan kelompok kedua melaksanakan kegiatan agama tapi tanpa dasar informasi (ilmu pengetahuan) yang benar.
41. Sedangkan orang-orang-orang yang memperoleh kenikmatan dari Allah adalah mereka yang mendapatkan informasi yang benar tentang agama yang benar dan mereka bersedia serta bersungguh-sungguh dalam melaksanakannya. Semoga kita termasuk kelompok ini. Amin.
42. Dua ayat terakhir dari surat a! Fatihah ini juga mengajarkan kita tentang sopan santun berdoa kepada Allah. Ajaran yang kita peroleh darinya, antara lain, adalah:
43. Hendaknya kita memuji Allah terlebih dahulu sebelum memohon kepada-Nya. Sebelum menyampaikan doa — untuk mohon petunjuk —yang tercantum dalam dua ayat terakhir ini, kita memulai dengan puji-¬pujian kepada Allah. Puji-pujian itu dimulai dengan pengakuan bahwa “segala puji bagi Allah.” Kemudian kita memuji lagi dengan menyebut-Nya sebagai “Tuhan yang mengatur alam semesta,” sebagai “Yang Maha Pemurah,” “Yang Maha Penyayang,” dan “Yang memiliki dan menguasai Hari Pembalasan.”
44. Hendaknya kita mewajibkan diri (berkomitmen) untuk betul-betul berbakti kepada Allah. Termasuk berbakti adalah melaksanakan segala tugas dari-Nya, dan melakukan segala usaha sesuai dengan sunnatullah untuk mencapai suatu tujuan.
45. Hendaknya kita memohon pertolongan hanya kepada Allah.
46. Hendaknya kita menyerahkan (bertawakkal) kepada Allah atas apa yang mungkin terjadi setelah kita usahakan.
47. Hendaknya kita mengulang doa berkali-kali, sebagaimana kita mengulangi bacaan surat a! Fatihah puluhan kali setiap hari.
48. Hendaknya kita memohon dengan harap-harap cemas — mengharap agar doa kita dikabulkan dan cemas, jangan-jangan doa kita tidak dikabulkan. Ayat ke-7 dari al Fatihah menunjukkan bahwa kita berharap diberi petunjuk ke jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahi kenikmatan, bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat. Rasa “pengharapan” tercermin pada permohonan agar kita termasuk orang-orang yang dianugerahi kenikmatan. Sedangkan kecemasan tercermin pada keinginan agar kita tidak dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang dimurkai atau yang sesat.
Mohon Maaf Apabila Ada Kesalahan Dalam Penulisan. Semoga artikel tentang SHIRATHALLADZINA di atas dapat bermanfaat. Jika ingin menduplikasi artikel ini diharapkan mencantumkan link http://ratsoffice.blogspot.com/2012/12/shirathalladzina.html. Terima Kasih.
Rats Office
Published:
2012-12-07T03:18:00-08:00
Title:SHIRATHALLADZINA
Author :
HOME